Semua Label
  • Semua Label
  • /Banjarmasin
  • Accounting
  • Aceh
  • Admin
  • Advisor
  • Analis
  • Asisten
  • Asisten Civil
  • Asisten Traksi
  • Asset Management
  • Audit
  • Auditor
  • Back Office
  • Baker
  • Bali
  • Balikpapan
  • Bandar Jaya
  • Bandar Lampung
  • Bandung
  • Bangka
  • Banjarmasin
  • Bank
  • Banyuasin
  • Banyuwangi
  • Bartender
  • Batam
  • Baturaja
  • Bekasi
  • Belitung
  • Bellboy
  • Bengkulu
  • Bengkulu Utara
  • Bidan
  • Bisnis
  • Bisnis Development
  • Bogor
  • BPO Management
  • Bukittinggi
  • BUMN
  • Business Executive
  • Business Solution
  • Call Center
  • Captain
  • CDP
  • Checker
  • Chef
  • Cikarang
  • Cimahi
  • Cirebon
  • Civil
  • Collector
  • Consultant
  • Controller
  • Cook
  • CPNS
  • CSSD
  • Customer Service
  • D1
  • D2
  • D3
  • D4
  • Data Collection
  • Denpasar
  • Depok
  • Developer
  • Direktur
  • Dokter
  • Dosen
  • Drafter
  • Driver
  • Electrical
  • Empat Lawang
  • Engineering
  • Environment Officer
  • Farmasi
  • FGDP
  • Finance
  • Fisioterapis
  • Flores
  • Foreman
  • Freelance
  • Front Desk
  • Front Office
  • GA
  • Ganis
  • Garut
  • Geologist
  • Geotech
  • GIS Specialist
  • Graphic Design
  • Gresik
  • Guru
  • Head
  • Heavy Equipment
  • Helper
  • Hotel
  • HRD
  • HRGA
  • HSE
  • Indonesia
  • Indramayu
  • Instruktur
  • Instrument Officer
  • Internship
  • IT
  • Jakarta
  • Jambi
  • Jambi dan Jawa Barat
  • Jawa barat
  • Jawa tengah
  • Jawa timur
  • Jayapura
  • Jember
  • Jogja
  • Jogjakarta
  • Jointer
  • Kalimantan
  • Kalimantan Utara
  • Kameramen
  • Karawang
  • Kasir
  • Kendari
  • Kerani
  • Koordinator
  • Lahat
  • Lampung
  • Leader
  • Legal
  • Logistic
  • Lubuklinggau
  • MA
  • Madiun
  • Maintenance
  • Makassar
  • Malang
  • Mamuju
  • Manado
  • Manager
  • Mandor
  • Manokwari
  • Marcomm
  • Marketing
  • Mataram
  • Medan
  • Medical Representative
  • Mekanik
  • Merchandiser
  • Metro
  • Mine Control Center
  • MT
  • Muara Bungo
  • Muara Enim
  • Muratara
  • Musi Banyuasin
  • Musi Rawas
  • Musi Rawas Utara
  • Musirawas
  • Musirawas Utara
  • Nusa Tenggara
  • OB
  • Officer
  • Ogan Ilir
  • OKI
  • OKU
  • OKU Selatan
  • OKU Timur
  • Operasional
  • Operation
  • Operator
  • Operator Bulldozer
  • Operator CMT
  • Operator Compactor
  • Operator Excavator
  • Operator Hauler
  • Operator Kernel
  • Operator Sterilizer
  • Padang
  • Pagar Alam
  • Palembang
  • Pali
  • Palopo
  • Palu
  • Pangkal Pinang
  • Paramedic
  • Pariaman
  • Pasaman
  • Pasuruan
  • Pekanbaru
  • Pendaftaran
  • Pengawas
  • Perawat
  • Piping
  • Pontianak
  • PPPK
  • Prabumulih
  • Pramuniaga
  • Process Officer
  • Production Operator
  • Programmer
  • Promotion Representative
  • Public Relations
  • QC
  • Refraksi Optisi
  • Rekam Medis
  • Relationship Officer
  • Representatif Officer
  • Resident Medical Officer
  • Retail Funding
  • Riau
  • Risk Management
  • RS
  • S1
  • S2
  • Safety
  • Sales
  • Samarinda
  • SD
  • SDP
  • Secretary
  • Security
  • Semarang
  • Serang
  • Sidoarjo
  • sm
  • SMA
  • SMK
  • SMP
  • Solo
  • Solok
  • SPG
  • Staff Project
  • Stocker
  • Sukabumi
  • Sulawesi
  • Sumatera Barat
  • Sumatera Selatan
  • Sumatera Utara
  • Sumba
  • Sumenep
  • Supervisor
  • Suptend
  • Surabaya
  • Surveyor
  • Sustainability
  • Tambang
  • Tangerang
  • Tanjung Enim
  • Tata Usaha
  • Technical
  • Teknik Sipil
  • Teknisi
  • Teller
  • Terapis
  • Tips
  • Tire Management
  • Trainer
  • Turn Knife Operator
  • Tyreman
  • Waiter
  • Waitress
  • Warehouse
  • Welder
  • Yogya
  • Yogyakarta

Menjadi Self Employer Sejak Dini

Menjadi Self Employer Sejak Dini


Menjadi Self Employer Sejak Dini

Dulu, kalau kita mendengar rencana seseorang ingin membangun usaha atau perusahaan,  bayangan kita adalah punya modal uang yang berjuta-juta, punya kantor yang wah, dan punya karyawan yang banyak. Tapi, sekarang ini trend semacam itu semakin berkurang. Orang bisa mendirikan kantor atau menjalankan roda usaha dari rumah, dari kos-kosan, atau dari garasi. Istilahnya adalah menjadi self-employer.


Apa itu self-employer

Sederhananya, self-employer adalah kemampuan seseorang untuk menjadi bos bagi dirinya dan juga sekaligus menjadi karyawan. Seorang self-employer itu mencari, menciptakan  dan mengelola pekerjaan sendiri atau bersama mitranya. Kalau menurut Robert Kiyosaki, posisi self-employer ini berada di antara employee (pekerja) dan employer (pengusaha).

Kenapa banyak orang yang memilih menjadi self-employer? Tak bisa dipungkiri, ini semua berkat kemajuan sains dan tehnologi yang semakin memudahkan orang, semakin membuka akses, atau semakin membuka peluang. Tehnologi, terutama internet, telah menawarkan lahirnya sebuah era yang disebut "berlimpahnya barang gratis" atau low cost.

Self-employer ini akan menjadi pilihan yang bagus bagi Ibu rumah tangga yang ingin tetap menghasilkan uang atau berkarya di dalam rumah atau tidak ingin ada ikatan kerja yang mengikat, karyawan yang habis di-PHK dan belum ketemu penggantinya, karyawan yang masih tetap ingin berkarya sesuai dengan bakat alamiahnya atau yang ingin mengembangkan potensinya atau yang ingin mendapatkan penghasilan tambahan.

Selain itu, untuk mahasiswa yang ingin produktif sejak dini atau yang ingin mengembangkan bakat alamiahnya, self-employer sangat cocok. Tak terkecuali juga bagi profesional yang masih punya waktu dan kesempatan untuk mengembangkan diri atau menambah penghasilan, seperti guru, dosen, penulis, editor, dan lain-lain.


Kenapa kita perlu melirik self-employer ini sebagai opsi dan perlu dimulai?

Bagi pelajar atau mahasiswa, ada alasan yang agaknya lebih "nasionalis".  Di sejumlah negara maju atau negara yang mulai maju, para pemuda telah diprogram untuk menjadi orang produktif (menghasilkan karya, uang, status sosial, dst) jauh lebih dini dibanding kita. Ini misalnya masa belajar formalnya dikurangi dengan memadatkan dan memfokuskan kurikulum pada area kompetensi tertentu. 

Dengan berpikir menjadi self-employer sejak di bangku sekolah atau kuliah, ini akan membantu diri sendiri dan pemerintah untuk mempercepat dan memperpanjang periode produktif. Menjadi self-employer sejak duduk di bangku sekolah tidak semata soal uang, tetapi juga terkait dengan soal kejelasan konsep diri, aktualisasi diri, kematangan dan produktivitas. 

Bagi karyawan, pegawai atau pekerja, dan lain-lain, berpikir untuk menjadi self-employer ini punya alasan yang lebih substansial lagi. Trend kerja sekarang, menurut sejumlah pendapat pakar di bidang karier,  mengisyaratkan bahwa semua pekerja dituntut untuk menjadi atau bermental self-employer. Maksudnya antara lain adalah: 

  • Punya kreatifitas personal yang tinggi dalam menjalankan tugas atau mengatasi tantangan 
  • Bisa bekerja dengan tim (bersinergi)
  • Punya tanggung jawab personal untuk mengembangkan dirinya (self-learning)
  • Punya keahlian teknis,  keahlian kerja, dan kualitas moral yang bagus
  • Punya jaringan yang luas

Dalam terminologi kajian karier, bermental self-employer itu mirip pengertiannya dengan istilah career security. Orang yang bermental career security ini tidak mengandalkan keamanan karirnya pada faktor eksternal, seperti kebijakan perusahaan atau atasan. Mereka lebih berkonsentrasi untuk meningkatkan kompetensi personalnya berdasarkan kesadaran dan inisiatif pribadi. Semakin bagus kompetensinya, berarti semakin bagus emploibilitasnya. Kompetensi dan emploibilitas merupakan sumber keamanan.

Lawannya adalah job security. Ini artinya adalah orang yang mengandalkan keamanan dan kemajuan kariernya pada faktor eksternal. Bentuknya antara lain adalah menolak untuk mengembangkan diri kecuali kalau ada tugas perusahaan, program atasan, atau perintah. Dengan mental seperti ini, maka kompetensinya rendah, keahliannya minim, dan jaringannya sedikitnya. Mau tidak mau, emploibilitasnya juga sempit dan kompetensinya juga cenderung rendah.


Tiga Pendekatan 

Ada sedikitnya tiga pendekatan yang bisa kita gunakan untuk menentukan bidang atau jenis aktivitas yang akan kita geluti, yaitu:

1. Pendekatan personal

Ini misalnya kelebihan alamiah atau masalah pribadi yang menghimpit, misalnya ekonomi, aktualisasi diri, dan lain-lain. Ada banyak artis atau penyanyi yang memulai kariernya sejak duduk di bangku sekolah. Ada banyak penulis yang memulai berkarya sejak duduk di bangku SMA. Ada banyak pengusaha yang telah mulai latihan berjualan ketika masih di bangku kuliah.

Sebagai alat tambahan untuk menggunakan pendekatan personal ini, hal-hal tertentu yang perlu kita lihat adalah:

  • Hasrat sejati: keinginan yang selalu muncul dari dalam diri dan sulit kita bendung, misalnya selalu ingin menulis, selalu ingin menjadi penceramah, selalu ingin mengajar, dan lain-lain.
  • Garis keturunan: pekerjaan, profesi, keunggulan orangtua / keluarga yang menetes ke kita
  • Hobi, kebiasaan atau aktivitas yang menyenangkan buat kita
  • Penguasaan materi akademik tertentu
  • Penguasaan materi  teknis tertentu

2. Pendekatan profesional

Mungkin ini tepat untuk karyawan, pegawai, atau pekerja yang ingin mendapatkan sesuatu yang lebih atau yang baru. Kita bisa merintis karya atau usaha berdasarkan pengalaman, keahlian, atau pengetahuan yang kita miliki. Contohnya, dosen atau karyawan IT yang menulis buku tentang komputer. Ada juga yang menjadi konsultan, instrukur atau dosen, menjadi suplier, menjadi mitra lepas beberapa perusahaan, dan lain-lain.

3. Pendekatan environmental (lingkungan)

Lagi, ada seorang dosen yang memimbing sejumlah usaha budidaya lele. Ada seorang guru yang mengembangkan usaha penanaman pohon palm. Ada seorang mahasiswa yang membuka usaha rental komputer, tenaga designer, editor, translator, dan lain-lain. Kenapa ini dijalani? Alasannya, karena lingkungan membuka peluang untuk itu dan membutuhkan itu. Jadilah ini peluang bisnis, peluang berkarya dan peluang pekerjaan atau aktualisasi diri.


Success Factors 

Sulitkah memulai self-employer? Kalau pertanyaannya sulit atau mudah, pasti tidak ada orang yang berani mengatakan itu mudah. Pertanyaannya bukan sulit atau mudah karena jawabannya sudah jelas. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita mengaktifkan apa yang oleh pakar kepribadian disebut dengan success factors itu.

Apa saja success factors di sini? Kalau bicara jumlahnya, tentu saja banyak. Dan lagi, sebagian besarnya sudah kita ketahui. Sekedar untuk berbagi ingatan, di antara success factor itu adalah:

  • Memiliki sasaran (tujuan, target, cita-cita) yang benar-benar kita perjuangkan
  • Memiliki kesungguhan, komitmen, kemauan keras
  • Memiliki kelayakan untuk dipercaya (punya keahlian dan kesalehan moral atau karakter mental dan moral)
  • Memiliki kemampuan berkomunikasi (membuka hubungan, menjaga hubungan, bekerjasama, bersinergi, dan seterusnya)
  • Memiliki kemauan belajar (learning how to learn, belajar meningkatkan pengetahuan, keahlian, pengalaman, mengatasi masalah, kreatif, dan seterusnya)

Untuk refleksi bersama, siapa di antara kita yang tidak tahu success factor di atas? Hampir dipastikan semua orang sudah tahu. Yang menjadi soal di sini bukan tahu atau tidak, tetapi adalah dijalankan atau tidak. "Itu 'kan prinsip umum. Memangnya cukup menjadi self-employer hanya tahu prinsip umum. 'Kan pasti ada dong teknik-teknik spesifik atau jurus-jurus tertentu untuk menjadi self-employer?"

Jika ada pertanyaan demikian, harus kita sadari itu benar. Memang pasti dibutuhkan jurus-jurus tertentu. Hanya saja, jurus-jurus itu biasanya baru kita pahami setelah kita menjalankan prinsip umum di atas. Untuk menjadi penulis artikel atau buku, misalnya begitu, memang perlu tahu apa medianya, apa gayanya, apa bidangnya, dan lain-lain. Tapi itu semua tidak berguna kalau kita meninggalkan prinsip umum yang disebut success-factor itu.

Berikut ini merupakan jurus-jurus tertentu di luar prinsip umum itu:

Pertama, mulailah dari yang paling sanggup kita lakukan dan dengan menggunakan resource atau fasilitas yang sudah ada. Terkadang kita suka tergoda oleh ide yang cemerlang. Ide yang cemerlang itu banyak. Yang menjadi soal adalah apakah ide itu bisa kita jalankan atau tidak. Karena itu, jangan tergoda melihat ide dari sisi "wah-nya" saja. Lihatlah ide dari sisi apakah ide itu bisa dijalankan atau tidak.

Sebagai contoh, kalau sanggupnya kita hari ini menawarkan jasa atau barang dengan bermodalkan kepercayaan, ya ini dulu yang kita lakukan. Tidak usah harus menunggu ada perusahaan atau legal. Lain soal kalau kita saat ini memang mampu dan itu berguna. Tentu saja ini lebih bagus.

Kedua, jangan menilai karya  sendiri terlalu lama akhirnya tidak jadi atau malah ragu-ragu. Penilaian memang dibutuhkan tetapi tujuannya adalah untuk memperbaiki. Biasanya ini berjalan sebegitu alamiah atau melalui praktek. Kebanyakan kita tidak jadi berkarya karena terlalu lama membuat penilaian yang tujuannya bukan untuk memperbaiki tetapi untuk sekedar memikirkan.

Contoh katakanlah kita sudah menulis artikel. Saat itu juga mestinya kita perlu sadar bahwa yang akan menilai karya kita itu ujung-ujungnya bukan kita. Jika artikel itu kita kirim ke majalah, yang menilai adalah editornya. Jika itu nanti diterbitkan, yang menilai adalah pembaca. Se-perfect apapun kita menilai karya sendiri, ujung-ujungnya tetap orang lain yang menilai. Lain soal kalau artikel itu mau kita pakai untuk dokumentasi sendiri.

Sekedar usulan, berkaryalah di bidang anda, kasihlah orang lain kesempatan menilai atau tunjukkan ke beberapa orang. Orang lain di sini bukan sembarang orang, tetapi hanya orang lain yang "to whom it may concern" saja. Tunjukkan artikel ke hanya editor atau redaksi, tunjukkan buku ke hanya penerbit, tunjukkan barang dagangan ke hanya target pasar, tunjukkan jasa ke hanya orang yang menurut anda membutuhkan. Setelah kita tunjukkan, paling-paling pilihannya hanya dua: kita perbaiki atau kita ganti.

Ketiga, jangan berhenti melihat karya orang lain. Untuk kita yang sudah mulai berkarya di bidang tertentu, karya orang lain itu punya makna yang benar-benar beda rasanya. Kenapa? Karena kita sudah punya pembanding. Apapun bidang yang anda pilih, lihat orang lain yang telah menekuni bidang yang sama. Kalau anda tertarik dengan karya fiksi, lihat karya orang lain di bidang fiksi. Kalau anda tertarik di bidang jasa IT, lihat orang lain di bidang IT. Pasti akan beda rasanya. Melihat karya orang lain akan memperluas perspektif kita. Tentu, tujuannya adalah untuk memperbaiki karya kita.

Keempat, membuka & menjaga hubungan. Seperti yang sudah sering kita bahas, hubungan di sini bukan sekedar kenal. Hubungan di sini adalah: we know people who knows us about what we know. Pendeknya, kita perlu memperkenalkan diri tentang apa saja karya, prestasi dan jasa kita kepada orang-orang tertentu. Kalau anda pernah mendengar ungkapan bahwa bersilaturrohim (networking) itu akan membuka pintu rizki, maka pesan ini sangat tepat untuk anda. Rizki di sini tidak selalu melulu uang, tetapi mungkin informasi, bahan, dan lain-lain.

Kelima, tetap awas pada godaan dan tipuan (being aware). Godaan dan tipuan itu bisa muncul dari diri kita, orang lain atau keadaan. Menurut hukum Tuhan-nya, ini selalu ada, terlepas bentuknya kayak apa, terlepas kita suka atau tidak suka. Kalau anda ingin menulis buku dengan tujuan untuk mendapatkan uang, itu sah-sah saja. Jika anda menawarkan jasa IT dengan tujuan untuk uang, itu sah-sah saja.

Persoalannya adalah, di tingkat praktek pasti ada persoalan-persoalan yang tidak selancar seperti bayangan kita. Pasti ada persoalan-persoalan tehnis yang belum masuk sistem. Ketika ini muncul dan jika hanya uang atau orang yang kita jadikan parameter untuk melanjutkan karya, biasanya ini membuat kita patah arang, berhenti, atau ganti bidang. Ketika itu terjadi, berarti kita telah terperangkap oleh godaan atau tipuan yang sifatnya sementara.

Sebaiknya seperti apa jika itu terjadi? Kalau bicara sebaiknya, tentu yang baik adalah: tetap berkarya atau menjalankan usaha dan belajar menyelesaikan masalah yang muncul dengan cara yang lebih baik, selalu. Bagaimana dengan pindah bidang? Jika itu lebih jelas, lebih baik, dan lebih sanggup kita lakukan, kenapa tidak? Yang penting, jangan sampai berhenti karena kalah melawan godaan dan tipuan yang sifatnya sementara. Kenapa? Ujung-ujungnya, semua yang kita lakukan itu ada balasannya. 

Posting Komentar